Setya Novanto vs KPK: Bola Panas Kini di Tangan Polisi

loading...



KOMPAS.com/Kristian Erdianto

Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto saat ditemui sela-sela seminar nasional Fraksi Partai Golkar MPR RI, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Kamis (19/10/2017).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR, Setya Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus dugaan korupsi E-KTP.

Kuasa Hukum Novanto mengatakan pihaknya akan mengajukan praperadilan atas penetapan tersebut. Sementara KPK, juga mengaku telah menyiapkan segala sesuatunya, apabila nantinya pihak Novanto mengajukan praperadilan.

Melihat kondisi tersebut, Pakar Hukum Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan mengatakan ada kesamaan antara kasus Novanto dengan kasus yang dialami oleh Budi Gunawan beberapa waktu lalu.

Saat itu, jelas dia, Budi Gunawan sebagai calon Kapolri diduga memiliki rekening gendut oleh pimpinan KPK di bawah Abraham Samad. Tidak berselang lama, Abraham dan Bambang Widjojanto dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian.

"Ini hampir sama dan mirip dengan kasus Novanto. Hanya saja, saat ini, bukan petinggi Polri yang terkena masalah. Tetapi, ketua DPR," jelas dia saat dihubungi, Jakarta, Sabtu (11/11)

Kata dia, saat ini "bola panas" ada di tangan kepolisian. Bukan tanpa sebab, pihak Novanto telah melayangkan laporan atas penandatangan surat perintah penyidikan dan surat perintah dimulainya penyidikannoleh pimpinan KPK terhadap Setya Novanto.

Serta pelapor bernama Sandi yang melaporkan dua pimpinan KPK dan saat ini sudah dalam tahap penyidikan pihak kepolisian.

Masih kata Asep, penyidik kepolisian diharap bisa melihat urgensi dari kasus tersebut. Menurut dia, polisi saat ini juga bisa memilah kasus yang lebih penting ditangani segera. Serta kasus mana yang bisa ditahan dulu sementara waktu.

"Ini tinggal tergantung dari polisinya saja. Bagaimana mereka bisa menyikapi kasus yang ada. Oleh karenanya, mereka diharapkan bijaksana dalam menangani kasus saat ini," ucap Asep.

Adanya sejarah "orang penting" yang terlibat kasus dengan KPK, menjadikan dirinya khawatir mengenai keberlanjutan KPK.

Jika, dalam waktu dekat, dua pimpinan KPK terlapor dan dinaikkan statusnya menjadi tersangka, maka KPK akan memilih dua pelaksana tugas pimpinan.

Artinya, kata dia, bukan tidak mungkin hal itu akan menghambat kinerja KPK untuk melakukan penyidikan lebih lanjut atas suatu kasus. Asep melihat, hal itu akan terjadi, apabila ada tekanan dan intervensi pihak tertentu kepada Polri.

"Saya melihat ada kecenderungan ke sana. Hasilnya, akan melemahkan KPK dan beberapa kinerja KPK akan terbengkalai," tukas Asep

Sepi di Wijaya XIII

Rumah Setya Novanto yang berada di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan terlihat sepi dari aktivitas. Beberapa kendaraan sempat terlihat keluar masuk rumah. Hanya saja, hal itu berbeda dengan kondisi pada Jumat (10/11) malam.

Jika pada Jumat malam, terlihat pengurus partai Golkar masuk ke dalam rumah, tidak pada Sabtu (11/11) saat Tribun menyambangi rumah berlantai tiga itu.

Kendaraan pengawal terparkir di depan rumah bersama dengan kendaraan roda dua yang berada di depan pagar.

Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi menjelaskan memang tidak ada pertemuan hari ini antara ketua umum partai Golkar itu dengan pengurus Golkar lainnya. Dirinya juga mengaku hari ini belum kembali bertemu dengan kliennya usai melayangkan laporan di Bareskrim Mabes Polri, pada Jumat malam.

"Setahu saya belum ada pertemuan lagi. Saya belum ketemu lagi," tandasnya.

Novanto juga belum dapat dipastikan untuk hadir dalam peresmian gedung baru Partai Golkar di Slipi, Jakarta Barat pada Minggu (12/11) pagi. Wasekjen Partai Golkar, Maman Abdurrahman mengatakan yang hadir nantinya adalah Ketua DPD Golkar si-Indonesia.

"Ada 34 DPD hadir besok sekaligus kita konsoidaai sekaligus melihat menjelaskan positioning kasus ini seperti apa," ungkap Maman.

Berkumpulnya para ketua DPD itu diakui Maman untuk kepentingan yang jauh ebih besar dibandingkan cuman sekadar perdebatan konflik dinamika ketua umum partai berlambang pohon beringin itu.

"Tapi itu kondusifitas internal dalam rangka menghadapi Pilkada 2018," kata dia.(rio/tribun)   sumber
loading...
loading...